OYONG..Dzikirkan Saya.
(Seorang Cina Tua pada anaknya)

OYONG adalah seorang pemuda Cina yang masuk Islam dengan hatinya. Dia melihat betapa sholat merupakan kegiatan yang menarik hatinya. Dikerjakan sama-sama dan serempak dengan bacaan yang indah dan dipimpin oleh seorang imam dan memberikan komando yang mana dipahami oleh seluruh manusia dunia di dalam kegiatan yang sama. Sujud menyembah kepada Allah yang Yang Maha Esa.

Sebagai seorang pedagang di sebuah desa yang tidak besar dia termasuk orang yang kaya dengan cukup harta. Ayahnya belum paham akan agama yang indah ini sehingga ia belum mau masuk Islam. Anaknya yang lima orang hanya Oyong sendiri yang sudah masuk Islam. Ibunya yang sudah meninggal dia juga mati dalam keadaan beragama Budha. Oyong tidak mengenal Islam ketika ibunya meninggal dunia. Jika ingat semua itu Oyong hanya menangis sedih sekali. Betapa bodoh dan menyesalnya dia.
“Papa. Oyong mau Tanya papa.”
“ Iya…. ada apa Yong?”
“ Kenapa saya belum bisa Islam ketika mama masih hidup, Pa? jika saya sudah Islam maka mama akan saya beritahukan berita gembira ini, Papa.”
“ Papa tidak tahu Oyong. “ papanya nampak sedih dan koi dengan kata-kata Oyong anaknya yang paling sabar dan baik hati serta penuh pengertian padanya dibandingkan anak-anaknya yang lainnya. Mereka semua kalah sama isterinya. Hartanya habis-habisan untuk menyenangkan isteri dan anak-anaknya. Papanya dibiarkan menderita. Bahkan mereka sudah jarang menengoknya juga. Hanya Oyonglah yang menemaninya dengan kelembutan hatinya dan sifatnya yang luhur.
“ Papa tidak tahu apa-apa Oyong. Papa kan ikut-ikutan leluhurmu saja.”
“ Saya sedih sekali Papa. Mungkin inilah yang kesedihan yang dialami oleh Nabi dulu kala. Ketika paman-paman beliau tidak mau masuk Islam malahan ada yang menghina dan akan menghukum serta membunuhnya.
“ Papa tidak tahu Oyong.”
“Baiklah Papa. Semoga Allah SWT berkenan membuka jendela hati Papa suatu hari nanti entah kapan.”

Papanya diam membisu dan pandangannya di lemparkan jauh ke depan di luar sana. Dimana bukit-bukit terhampar luas menghijau dan indah dalam pandangan mata. Dia menarik nafas. Dadanya agak sesak.
“ Itu ciptaan Allah Papa. Bukan nenek moyang atau leluhur kita. Padi dan yang kita makan adalah rejeki yang diciptakan oleh Allah SWT untuk makhlukNya termasuk kita manusia Papa. Bersyukurlah padaNya.”
Papanya diam membisu sedang dadanya kelihatan naik turun. Sesak mendengarkan kata-kata anaknya Oyong. Mungkin dia ingin masuk Islam, namun malu atau takut dibilang tidak setia pada leluhurnya. Hingga saat ini ayahnya hanya diam tidak bisa menjawab. Sebab dia sendiri sampai saat ini juga belum bisa masuk agama Islam. Apalagi saudaranya yang telah keluar dari lingkungan keluarganya. Mereka hidup dengan kelimpahan harta dan seakan sudah menyembah dunia yang fana ini. Mereka malah menyalahkan Oyong kenapa bisa meninggalkan agama nenek moyang. Oyong hanya berkomentar di dunia ini ada dua saja. Benar salah, panjang pendek, kanan kiri, palsu asli, laki perempuan, jauh dekat, panas dingin, besar kecil, sesat dan petunjuk, Surga Neraka dan sebagainya.

“Biarlah saya mengikuti kebenaran hati nurani saya” katanya pada saudara-saudaranya.
“Kakak sering bingung dengan kehidupan ini, karena kakak memang tidak dalam daftar orang yang diberikan ketenangan.”
“ Sebab ketenangan itu hanya ada dalam dzikir kepadaNya. Dunia inikan bukan sesuatu yang bisa memberikan apa saja yang manusia butuhkan dalam kehidupan. DIAlah yang tahu apa saja kebutuhan manusia dunia sampai akherat. “

Akhirnya seringkali diskusinya mentok tanpa bisa menjelaskan kepada kakak-kakaknya. Teman-teman pergaulannya memuji kegigihan Oyong dalam mempertahankan agama barunya, Islam. Dia juga tidak berhenti menjelaskan tentang Islam kepada kakaknya bahwa Islam agama terakhir untuk manusia. Tentunya manusia yang ingin kembali kepadaNya dan manusia yang berpikir tentang akherat dan negeri akherat yang luar biasa lamanya. Tiada ujung waktunya.

Isteri-isterinya rupanya mempunyai pengaruh besar kepada kakak-kakaknya. Mungkin mereka takut miskin dengan masuk Islam. Karena banyak orang yang sempit pikiran menyatakan demikian. Banyak orang Islam yang miskin namun mungkin lebih banyak yang kaya jika kita daftar atau sensus sekarang ini.

Padahal di Amerika juga banyak yang hidup di bawah jembatan dan kolong-kolong jalan raya dan mereka tidur di atas aliran limbah di bawah jalan raya. Mereka hidup seperti tikus-tikus. Dan mereka jarang sekali keluar ke alam kehidupan ramai, kecuali ketika mengambil jatah makan dan uang untuk kehidupannya dari Pemerintah. Mereka tidak tahu diri mereka dan kemana akan pergi setelah mereka hidup di dunia ini.

Mereka hidup tapi tidak memahami makna hidup. Mereka akan mati namun tidak tahu isi dan apatanggung jawab dan yang harus dibawa ketika mati. Mereka bahkan diciptakan oleh Tuhannya namun mereka tidak mau tahu siapaTuhannya lebih jauh lagi mereka menolak Tuhannya. Mereka menganggap bahwa mereka ada begitu saja dan kemudian hilang begitu saja. Padahal ada buku yang menjelaskan siapa dan apa mereka. Kemudian kemana mereka setelah kematian dan apa yang mereka dapatkan jika mereka taat pada Tuhannya. Dan apa yang mereka dapatkan jika mereka tidak ta’at pada tuhannya kelak. Kitab itulah kitab MANUAL manusia untuk bagaimana manusia bisa kembali ke alam kematian dengan kebaikan dan memperoleh jalan menuju Tuhannya dan kembali ke negeri asalnya, yaitu Surga di akherat sana.

Kitab itulah yang menjelaskan mengapa ada Ka’bah, mengapa ada Haji, mengapa ada Puasa, mengapa ada sholat, mengapa ada zakat dan infaq sedekah, mengapa ada para Nabi, mengapa ada Surga dan Neraka dsb. Dan Kitab itu ditulis dalam bahasa yang asli yang bisa diselidiki dan diteliti dan dikaji dan diuji olej siapapun dan ajaibnya kitab itu bisa dibaca oleh semua bangsa dan semua orang asal mereka tidak bisu. Kitab itu bisa dibaca oleh orang Jepang dengan indahnya. Dibaca oleh orang Indonesia dengan merdunya. Dibaca oleh orang Yaman dengan takzimnya. Dibaca oleh orang Inggris dengan fasihnya. Dibaca oleh orang Cina dengan syahdunya. Dibaca oleh orang Arab dengan hikmahnya. Dibaca oleh orang Korea dengan manisnya. Dibaca oleh orang Hongkong dengan cantiknya. Dibaca oleh orang Australia dengan hebatnya dan dibaca oleh bangsa Eropa dengan menariknya.

Dialah Kitab Al Qur’an yang agung dan suci mulia yang menjelaskan berbagai ilmu pengetahuan dan penjelasan akan air laut yang asin dan tawar yang tidak bisa bersatu. Pohon-pohon yang hidup karena disirami air hujan oleh Tuhannya. Bulan yang menjadi kalender manusia, matahari yang lampu siang hari yang menjadi tanda kekuasaan Tuhannya. Bintang yang trilyunan trilyun trilyun jumlahnya ciptaan Tuhannya. Lautan yang mengandung permata dan api yang isinya juga ikan segar yang enak dagingnya menjadi makanan manusia. Langit yang tanpa tiang. Bumi sebagai hamparan yang indah. Bunga dan buah sebagai hiasan dan makanan manusia dan makhluk lainnya. Langit lapis tujuh bumi lapis tujuh bahkan kulit manusia yang berlapis tujuh semua dijelaskan oleh Tuhannya belum bisa menjadikan Pak Oyong masuk Islam. Entah suatu hari. Demikian yang dipikirkan oleh anak Pak Poyong sehari-hari. Bagaimana agar sisa keluarganya bisa memahami maksud hidup dan masuk Islam.

Mereka yang menganggap orang Islam miskin dan tertinggal zaman dan tidak maju dan moderen adalah manusia yang picik pandang dan kurang pengalaman dan bacaan kitab kebenaran sejati, yakni Al Qur’anul karim , kitab Al Qur’an yang mulia. Mereka yang sempit pikirannya tidak ingat dan kurang luas menilainya. Ingat orang Jazirah Arab banyak yang kaya dan menjadi raja-raja minyak. Bahkan mempunyai buah yang termahal di dunia. KURMA atau tamar , yang 1 kilonya bisa mencapai 1 juta rupiah. Sultan Bokiah juga orang yang kaya raya. Bahkan banyak sekali di Indonesia orang Islam yang kaya raya menguasai perhelatan bisnis di Indonesia. Apalagi jika menggunakan standar Nabi Muhammad SAW maka banyak raja dan orang yang kaya di Indonesia. Beliau bersabda bahwa orang Islam yang mempunyai makanan hingga dua hari ke depan adalah orang kaya. Dan orang Islam yang mempunyai satu kendaraan dan seorang pembantu adalah seorang raja. Demikian perdebatan yang sering terjadi dengan kakak-kakaknya.

Kegiatan hari-hari Oyong adalah membantu ayahnya berjualan di tokonya. Melayani pembeli dan kemudian sholat berjamaah di masjid di depan rumahnya yang terletak sekitar 25 meter. Umur yang telah menginjak 29 tahun membuat beberapa temannya menawarkan dia untuk menikahi seorang wanita. Akhirnya dia pilih seorang gadis desa dekat rumahnya yang kebetulan anak seorang penghulu desa itu. Pernikahan terjadi dan di depan Penghulu pada saat ijab kabul isterinya meminta dia bersumpah di atas kertas bahwa dia masuk Islam karena keinginan hatinya dan bukan karena hal lain.
Jika kelak murtad lagi, maka akan dihukum oleh Allah SWT dengan kebutaan dan lumpuh. Dia menyatakan diri masuk Islam karena keinginan hatinya dan bukan karena hal lain. Memang dia masuk Islam karena keinginan hatinya dan bukan karena hal lain.

Karena memang Oyong tidak ada lain yang di hatinya, maka sumpah itu dijalaninya dengan mantap. Kemudian jadilah dia suami isteri yang bahagia. Hidup bersama ayahnya yang sudah mulai tua. Isterinya memasak dan menyiapkan makan dan membersihkan rumahnya dan Oyong membantu ayahnya di tokonya. Manakala waktu sholat tiba, ayahnya gelisah dan ribut berkata pada anaknya Oyong agar meninggalkan tokonya dan berangkat ke masjid untuk sholat di masjid. Dan jika bulan Ramadhan tiba, maka dia pula yang seringkali membangunkan Oyong untuk sahur.

Bulan dan tahun bergantian datang dan hilang hingga suatu ketika ayahnya sakit dan badannya tidak karuan rasanya. Tidur tidak bisa makan tidak banyak. Berbagai macam dokter dan obat telah digunakannya namun hasilnya masih saja nol. Obat Cina juga telah dicobanya, akan tetapi hasilnya tidak nampak juga. Kakak-kakaknya berkomentar mungkin Oyong bisa menyembuhkannya karena katanya orang Islam itu hebat dalam penyembuhan. Di suatu siang ketika dia pulang dari masjid, ayahnya memanggilnya dan menyuruh Oyong mendoakan dan mandzikirkan ayahnya.

“ Yong sini. Papa ingin bicara Yong.” Kata papanya. Oyong segera mendekatinya. Kakaknya ada di sana 2 orang dan isterinya.
“ Aku sakit tapi gak ada dokter yang bisa sembuhkan Yong. Mungkin aku mau mati. Tolong aku didzikirkan Yong. Bacakan aku do’a Yong supaya aku tenang Yong. Kaulah satu-satunya anak papa yang setia dan santun. Korbanmu untuk papa tidak sia-sia Yong. Tuhan Allah pasti akan balas kamu Yong……...”
“Papa jangan bicara banyak-banyak. Nanti tambah parah. Sekarang papa pikir sembuh. Dan Oyong minta maaf tidak bisa doakan Papa.”
“ Kenapa Yong?”
“ Papa kan gak Islam. Jadi saya dilarang oleh Allah mendoakan ataupun mendzikirkan Papa atau mohon ampunan kepada Allah atas dosa Papa.”
“ Tapi Yong aku kalau dengar kamu ngaji hatiku tenteram Yong. Coba aku kamu bacakan Yassin Yong.”
“ Pa…maafkan aku Pa. aku gak boleh dan gak bisa ……Pa,” air mata Oyong mengalir deras di pipinya. Dipeluknya tubuh Papanya yang mulai kelihatan renta dan tulang belulang mulai menonjol sana sini. Keriput tubuh yang dahulu digunakan untuk membanting tulang daging dan memeras keringat demi kesejarhteraan anak isterinya kini terbaring lapa dan sengsara. Tak ada yang mengiringinya dengan bacaan Al Qur’an yang indah dan merdu penuh hikmah.

“ Yong….apakah aku masih bisa masuk Islam Yong?” ayahnya bertanya dengan lemah sekali. Betapa ayahnya menderita sekali dengan perkataan itu. Oyong sedih tiada terkira dan mengalir terus air matanya.
“ Bisa Pa…bisa….tapi aku gak tahu bagaimana Pa. Alhamdulillah ya Allah….Engkau telah menjawab do’a hamba ya Allah…. Engkau telah kabulkan do’a hamba yang lemah dan bodoh ini ya……….Allah ..ya Robbi…. Allah…….Alhmadulillah….hi……………Robbil…….‘alamin….betapa……………bahagianya………..hamba……… ya Allah…….alhamdulillah…diciumnya pipi dan kening dan tangan papanya dengan kemuliaan dan cinta kasih sayang sejati. Papa…..beritahu saya Papa…apa yang harus saya kerjakan Pa….Oyong tidak tahu pa…?”
“ Yong….kamu anak yang baik…Papa bahagia mempunyai anak kamu Yong…Islamkan aku Yong…..aku mau mati Yong…rasa badanku.….tidak karuan…Y..o..o…n….g……tolong Papamu Yo….ong.”

“ Pa tahan Pa…ya? Oyong mau ke pak Haji Arifin dulu Pa ya…? Tahan pa ya..?”
Ayahnya mengangguk dengan lemah sekali. Ketika Oyong kembali dengan pak H Arifin tetangganya ayahnya sedang tertidur dengan air mata meleleh. Diciumnya mata Papanya yang berlinang air mata kesedihan itu. Air mata kegelisahan. Air mata dambakan hidayah. Air mata kesederhanaan. Air mata dermawan yang murah hati. Air mata orang yang bermulut halus tutur katanya. Air mata teduh dambakan jalan menuju Tuhannya. Adakah lagi orang yang bisa seperti dia? Di akhir hayatnya ingat kepada kalam-kalam Ilahi untuk mengakhiri kehidupannya? Mengirnginya? Manusia yang tenteram dengan kalam-kalam Allah Tuhannya? Adakah lagi orang yang bisa kita temukan? Nabi bersabda orang yang meninggal dengan pengakuan Lailaha Illallah dijamin masuk Surga dan dia mati dalam keadaan suci bersih tanpa dosa seperti bayi yang baru dilahirkan oleh Ibunya.

Dialah Bapak Oyong itu. Dia manusia langka yang mau demikian. Bahkan banyak manusia yang sudah Islampun tidak mau mendengarkan kalam-kalam ilahi. Mereka malah mau dunia disebutkan di depan matannya. Mana iseriku? Mana anakku? Mana sawahku? Mana mobilku? Mana suamiku? Mana pabrikku? Mana rumahku? Tapi Papa Oyong……mana kalam yang indah itu Oyong..? Patutkah manusia ini dibiarkan dan dijauhkan dari hidayah? Tidak sekali kali tidaklah mungkin Allah membiarkan hambaNya yang mencariNya? Sebab DIA telah berjanji dalam hadits Qudsi bahwa hambaKu yang mencari Aku dengan berjalan maka Aku akan datang dengan berlari dan hambaKu yang mencari Aku dalam langkah sejengkal, maka Aku akan datang dalam sehasta, Aku akan datang padanya dalam sedepa. Inilah janji-janjiNya yang tidak mungkin pernah berubah. Bukankah kita sangat jarang bisa menemui orang seperti ini?

Adakah di antara kita yang bisa seperti Papa Oyong? Mungkinkah kita bisa menjadi orang seperti Papa Oyong? Akankah kita ingat diri kita atau harta kita atau ayat-ayat Allah ketika kita didatangi oleh El MAUT? Di sinilah hebatnya Papa Oyong. Beraninya Papa Oyong melawan kematiannya. Dia melawan kematian dengan bersandar dan mencari pelindung ayat-ayat Allah yang sering dibaca oleh anaknya si Oyong. Namun bagaimana dengan kita hari ini? Hari ini manusia sewaktu hidup diberi salam saja mereka banyak yang menolak dan ada juga yang malas menjawab. Benci menjawab. Enggan menjawab. Sentimen untuk menjawab. Bahkan ada yang tidak mau sama sekali menjawab. Padahal assalamu ‘alaikum itu adalah do’a keselamatan dan kesejahteraan berkah rahmat dariNya untuk yang diberi salam. Namun mereka kebanyak yang menolak salam itu. Pak Oyong mencari keselamatan dari kematian dengan sandaran firman-firman Allah SWT. Mungkinkah dia manusia yang jelek?

Manusia yang tidak beriman? Tidak. Dia manusia yang beriman di detik terakhir hidupnya karena sewaktu hidup jelas mempunyai banyak kebaikan yang patut bagiNya memberikan hidayah agar bisa melalui jalan menuju kepadaNya. Ke dalam SurgaNya. Mudah bagi Allah SWT memberikan hidayah kepada orang yang berburu hidayah atau yang mempunyai andil untuk diberikan hidayah karena kebaikannya yang mana Allah SWT mempunyai nukuran untuk masalah hidayah ini.

Seorang Majusi , penyembah api, pernah diberitakan memukuli anaknya karena ia makan di pasar dalam bulan suci Ramadhan sementara orang Muslim menjalankan puasa. Katanya anaknya tidak menghargai orang Muslim dan tidak menghargai bulan suci Ramadhan. Akhirnya prilakunya itu yang disenangi oleh Allah SWT maka amalannya disimpan olehNya di sisi kanan Arsy, Singgasana Yang Maha Agung milik Allah SWT. Ketika suatu hari dia akan meninggal dunia kemudian Allah SWT memanggil malaekat Jibril untuk membisikkan kalimat Lailaha Illallah dalam detik-detik kematiannya yang sedang berlangsung.
“Wahai Malaekatku Jibril..kesinilah Engkau.”
“ Tolong bisikkan kalimat Lailaha Illallah pada telinga dan bantu dia mengucapkan kalimat suci Ku ini pada laki-laki yang memukuli anaknya makan di bulan suci ramadhan itu. Barangsiapa mengucapkan kalimat itu, maka ibarat masuk benteng yang kokoh yang tidak bisa dibendung dan ditembus oleh kekuatan manapun yang akan mencelakainya. “ firman Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Maka meninggallah lelaki penyembah api itu dalam Islam dan Iman. Betapa mudah bagi Allah jika berkenan memberikan hidayah kepada seorang manusia. Namun manusia manakah yang seperti ini ada dalam era global ini? Manusia hari ini kebanyakan membiarkan orang lain makan dan minum di siang hari di bulan Ramadhan. Mereka sudah tidak lagi mau beramar ma’ruf nahi mungkar. Jika Allah kemudian memberikan hidayah ketika dia akan meninggal dunia padahal telah puluhan tahun dia dan anak isterinya mungkin juga ayah ibu dan saudaranya menyembah api. Akan tetapi Allah tidak melihat masa lalu. DIA hanya melihat masa kini. Masa yang di akhir hayat manusia. Dalam ta’at atau tidak padaNya. Sehingga benarlah Nabi bersabda bahwa orang yang mati mengucapkan Lailaha Illallah akan dijamin masuk Surga oleh Allah. Namun ini bukan perkara yang mudah. Kebanyakan manusia mengagungkan dunia dan bukan pencipta dunia. Mengagungkan yang palsu daripada yang asli. Buktinya orang senang sekali dengan kucing lukisan daripada kucing aslinya.

Papa Oyong termasuk manusia yang sangat langka bisa kita temui saat ini. Dia begitu tegar dengan kematian yang mungkin akan menjemputnya. Akhirnya papa Oyong diIslamkan dengan berwudhu dan bersahadat dengan ta’zim. Air mata meleleh membasahi pipinya.

“ Oyong …….Papa….. sudah lega …..Yong. Aku sudah tenang …..Yong. Aku tidak lagi merasa kau tinggalkan Yong… ke sini nak…Papa mau mengatakan sesuatu padamu….Yong do’akan Papa …Yong ..ya?” papanya lemah sekali membisikkan kalimat-kalimat itu. Oyong hanya mengangguk sedih sekali. Kemudian dia berdo’a ,” Ya Allah Yang Maha Agung, Maha Suci, Maha Kuasa, Maha Sabar, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Perkasa,Maha Tahu, Maha Pengampun, Maha Penerima Tobat hambaNya, Maha Mensyukuri amalan hambaNya, Maha Pemberi Rejeki, Maha Mulia. Hamba mohon terimalah Islamnya Papa hamba. Dan jadikanlah papa Oyong sebagai sebab hidayah bagi kakak-kakak hamba dan keluarga mereka. Hamba mohon tempatkanlah papa Oyong di tempat yang mulia ya Allah…papa senang memberi fakir miskin beras dan keperluan hidup tetangga yang miskin ya Allah…papa Oyong tidak senang judi ya Allah. Tidak senang berkata kasar…papa Oyong tidak senang membicarakan musibah dan aib orang ya Allah….papa Oyong sering membela orang yang didzalimi oleh orang lain ya Allah…sedekah dan zakat dia kerjakan……papa Oyong tidak menjual barang dengan harga mahal….ya Allah…..mohon terimalah semua kebaikannya sebagai tambahan bekal kehidupannya ya Allah…mohon ampunilah hamba dan keluarga hamba ya Allah…hamba tidak bisa….dan tidak pandai berdo’a….apa yang ada dalam hati hamba dan hamba tidak bisa ungkapkan…mohon Engkau sampaikan …dalam nyata. Ya Allah Maha Terpuji Engkau dari segala yang didakwakan manusia bahwa Engkau mempunyai anak…Engkau Maha Esa dan bebas dari semua sekutu Ya Allah…..hamba mohon masukkan kami ke dalam hamba-hambaMu yang Engkau berikan nikmat seperti dalam suratMu yang indah AL Fatihah itu ya Allah……allohumma sholli ‘ala Muhammad.”

Tidak lama kemudian dia telah tertidur nyenyak sekali. Saksi keIslaman papa Oyong adalah pak Haji Arifin dan beberapa temannya. Kemudian dia menyelimuti Papanya dengan perasaan bangga dan terharu akan pertolongan Allah pada dia dan keluarganya. Namun hatinya tersentak melihat detak nadi papa dari arah jantungnya tidak kelihatan. Dia menoleh ke arah pak H Arifin. Dan beberapa orang saling berpandangan penuh tanda Tanya. Beberapa kakaknya memandang penuh kemasygulan.

“ Pak Haji?.... Ayah saya pak Haji?” kemudian pak Haji memeriksa denyut nadi papaOyong dan ia kemudian dengan menatap sedih kepada Oyong dipegangnya bahu Oyong dan mengatakan,” Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.”
“ Papa….baru sesaat kita dalam bahagia dalam Islam dan Iman papa..? semoga Allah tempatkan Papa di tempat yang mulia papa.” Senyuman papa Oyong menambah kebahagiaan dan mencampur baurkan dengan kesedihan itulah kekuasaan Allah SWT. Dia yang dermawan itu telah tiada. Orang kampung mendengar berita dan mereka orang berduyun duyun datang ke rumah Oyong ingin menyaksikan kematian ayah Oyong yang ajaib itu. Sebab selama ini di desa itu sangat jarang orang yang meninggal dunia dengan senyuman seperti dia. Ketika pemakaman tiba maka berduyun –duyun manusia seperti banjir saja mengikuti proses pemakaman papa Oyong. Dan yang memberikan Takziah mentalkinkan papaOyong dengan baik sekali sekaligus menjelaskan kepada para pengantar jenazah akan keadaan kematian yang baik atas diri papa Oyong. Papa Oyong Selalu menyuruh Oyong sholat tepat waktu. Selalu menyuruh Oyong bangun sahur. Selalu menyuruh Oyong memberikan uang ketika datang seorang pengemis ke tokonya. Dia bahkan menjual barang dagangannya dengan harga murah sehingga orang senang berbelanja sembako di tokonya. Akhirnya kematian papa Oyong merupakan keteladanan bagi semua manusia sesuai dengan pesan Allah SWT “Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam .” firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang mulia. Wassalam.