Aku Tidak Lupa Shahadat

. AKU TIDAK LUPA SAHADAT…
    ( Suami Isteri Manula Yang Ahli Masjid )

Berikut ini  adalah cerita dua orang suami isteri yang begitu rajin mendatangi masjid di dekat rumahnya. Dikatakan dekat karena mereka selalu datang ke masjid berjalan kaki kurang lebih 10 sampai 15 menit. Mereka berumur sekitar 60 tahunan dan kerja mereka selain sholat di masjid juga menunggu kios kecil mereka yang merupakan tempat hiburan mereka ketika mereka tidak lagi bekerja. Mereka selalu bersama dalam duka dan suka.

Anak-anak mereka telah lama meninggalkan mereka merantau jauh dari mereka. Masyarakat   mengatakan ini mungkin yang dikatakan oleh orang menjadi kaki nini dalam suatu perkawinan. Sebab mereka tidak pernah kelihatan bertengkar apalagi berkelahi. Dan cara berjualan mereka juga sederhana sekali sebab kadang tidak mengambil untung sama sekali. Sebab jika beli di pasar harganya sama dengan di tempat kedua suami isteri itu. Tetangga mereka seakan mendapatkan tempat terdekat sebagai pengganti pasar. Jika ada orang yang meninggal dunia maka Ibu Toyyiblah yang sering datang lebih dahulu. Demikian pula keadaan pak Toyyib. Manakala ada azan untuk sholat Fardu 5 kali maka suami isteri ini seakan bersaing dengan tetangga untuk cepat-cepatan mencapai masjid. Anak-anak kecil senang dengan bu Toyyib, karena memang dia seringkali memberikan hadiah kepada anak kecil yang lewat dan menoleh ke warungnya.

Dia mengatakan kemungkinan anak itu tidak punya uang untuk membeli sesuatu. Maka diberilah anak itu manisan atau coklat atau apa saja yang disenangi oleh anak-anak kecil. Bepergian mengunjungi sanak famili di lain desa juga merupakan kegiatan yang sering dikerjakan oleh kedua orang ini. Dalam kunjungan mereka kepada sanak saudara yang berlainan desa biasanya mereka tidak lupa juga bercerita tentang kehidupan mereka yang sederhana namun merasa bahagia dan tenang. Tidak ada hutang dan keinginan yang macam-macam. Dalam keseharian mereka juga mereka menularkan model tuntunan kehidupan yang diidamkan oleh kebanyakan manusia sebenarnya, namun tidak banyak yang mau mengetahuinya. Misalnya: membatasi keinginan akan barang dan makanan,  membatasi keinginan akan pakaian, membatasi akan keinginan rumah yang berlebihan, dan juga harus membatasi keinginan yang berhubungan dengan hiburan dan sejenisnya termasuk bepergian ke tempat-tempat belanjaan. Dalam kegiatan sosial kunjungan kepada tetangga misalnya inilah yang merupakan nasehat yang diberikan kepada tetangga-tetangga mereka. Kemudian suatu hari ada tetangga yang bertanya apakah mereka tidak kangen dengan anak-anak atau cucu-cucu di rantauan. Mereka mengatakan bukankah selama ini telah begitu lama mereka hidup dengan anak-anak mereka sehingga mereka menikah kemudian merantau mencari kehidupan mereka.

Cucu bukan merupakan satu-satunya kesenangan dan hiburan. Sebab mereka bisa mendapatkan hiburan dengan  membaca Al Qur’an silaturahmi  dengan tetangga dan mendengarkan pengajian merupakan kebahagiaan tersendiri yang tidak boleh diremehkan. Kebahagiaan yang sebenarnya mesti kita cari. Bahkan seringkali  mereka melihat orang-orang tua  yang sibuk mengurusi cucu-cucu mereka hingga mereka melalaikan ibadah sholat, dzikir dan bahkan banyak juga yang mengabaikan bisa membaca Al Qur’an. Karena terlalu sibuk ngurusi cucunya. Bahkan ada yang begitu bangganya dengan mengurusi cucu sampai bahkan lalai dalam sholat dan amalan sholeh lainnya. Mereka menganggap bahwa mengurusi cucu adalah amala sholeh dan termasuk ibadah. Padahal anak, isteri , harta adalah ujian. Sesungguhnya dengan tugas menghantarkan anak pada gerbang pernikahan maka tugas sebagai orang tua sudah usai.  Akan tetapi saling menasehatkan masih tetap menjadi kewajiban bersama. Syukur alhamdulillah kami bisa mengerjakan sholat,dzikir dan membaca Al Qur’an untuk bekal kematian yang sudah di depan mata.

Tugas kami menghantarkan mereka ke depan gerbang pernikahan. Selesai. Perkara mereka ingat kepada kami berdua itu tidak menjadikan masalah. Bukankah kita yang mengundang mereka ke dunia ini bukan? Bukan mereka? Sekiranya mereka melupakan kamipun tetap kami ampuni sebab kami sadar betul kehidupan di rantauan yang sulit mungkin mereka temui. Kami tidak ingin bergantung kepada mereka manakala kami tua. Kami berusaha bergantung kepada Allah SWT dan meminta hanya kepada Allah saja. Bukankah kit abaca AL Ikhlas hampir setiap hari? Bahkan kami sering berdoa agar di usia tua kami tidak akan merepotkan orang yang masih hidup. Kami mohon dipanggil olehNya dalam keadaan sadar dan sehat serta kondisi yang prima akan tetapi Husnul kKhotimah. Syukur-syukur kami bisa mati syahid. Agar termasuk dalam golongan para syuhada dan memasuki SurgaNya lebih dahulu darripada orang-orang lain. Biarlah mereka, anak-anak kami itu, membangun kehidupan mereka yang baik dan berkah dengan kehidupan yang seperti kami. Dan membentuk anak-anak mereka dalam agama dan keimanan. Manakala mereka membentuk kehidupan rumah tangga yang demikian, kami merasa kehidupan kami berhasil. Tetangga lebih penting bagi kami daripada saudara ataupun bahkan anak-anak kami yang tinggal di tempat yang berjauhan.

Memang demikianlah yang terjadi kepada bapak dan ibu Toyyib ini ketika anak-anak mereka datang dari Kalimantan dan Sumatra mengunjungi mereka. Cucu-cucu mereka yang sudah berumur sekitar  6 sampai 10 tahunan itu pintar-pintar membaca Al Qur’an  dan rajin sholat. Mereka merasa bangga dan senang sekali dengan keadaan itu. Pelukan kasih kepada mereka tetap dikerjakan oleh Bapak Ibu Toyyib, namun manakala azan berkumandang mereka segera mengkomando anak-anak cucu mereka menuju masjid di dekat rumah mereka. Mereka sholat berjamaah di masjid bersama para tetangga mereka. Demikian mesra mereka dengan tetangga dan dengan cucu-cucu mereka akan tetapi tetap mereka tidak lupa dengan ibadah wajib yang lima waktu, mereka  selalu hadir di  masjidNya. Anak-cucu tidak melupakan mereka dari mengingat Allah SWT. Malam hari bapak Ibu Toyyib tidur terpisah. Kakeknya dengan cucu laki-laki dan neneknya dengan cucu perempuan. Mereka bercerita akan kehidupan para Nabi dahulu dan para sahabat Nabi dahulu kala. Mereka senang sekali dengan cerita-cerita  itu. Mereka bercerita sebelum menidurkan anak-anak mereka ketika masih kecil dahulu sehingga mereka terbiasa dengan cerita-cerita para Nabi dan orang-orang yang sholeh terdahulu.  Dan rupanya ini turun ke anak-anaknya sehingga mereka juga melakukan  apa yang dikerjakan oleh ibu mereka.  Bercerita sebelum menidurkan anak-anak mereka.

Pak Toyyib tidak pernah menunjukkan sifat cemberut kepada cucu-cucu mereka. Mereka pernah memecahkan asbak yang biasa dipakai oleh tamu. Namun dia hanya tersenyum dan mengatakan lain kali hati hati ya. Prinsip pak Toyyib barang yang sudah pecah itu memang terjadi  karena umur dari barang itu telah sampai ajalnya. Sehingga warna rumah tangga yang tenang dan bahagia walaupun sederhana dalam segalanya.

Dalam suatu pertemuan pak Toyyib dan ibu Toyyib menanyakan pada semua anak-anak mereka apakah ada di antara mereka yang ingin tinggal bersama dengan mereka ketika mereka mulai melemah dalam fisik dan kehidupan tua. Maka hanya satu di antara tiga anak-anak mereka yang ingin hidup bersama mereka untuk menemani mereka. Karena memang yang mau menemani mereka tidak mempunyai pekerjaan yang mengikat mereka. Akhirnya pindahlah dia dan isteri anak mereka menuju rumah kedua orang tuanya. Mereka  senang sekali dengan kehadiran anak dan cucu mereka. Akan tetapi mereka tetap tidak mau mengikatkan kehidupan mereka dengan anak cucu mereka.

Sebab mereka selalu menjaga amalan ibadah mereka. Dan manjaga sholat berjamaah tepat waktu 5 waktu. Suatu hari ada tetangga yang berkomentar kenapa anak mereka kumpul kembali di rumah orang tua. Kan sudah berumah tangga harus mandiri. Maka bapak dan ibu Toyyib berkomentar bahwa mereka tidak ingin anak-anak mereka kehilangan Surga dengan semakin tuanya mereka. Mereka bisa menambah amalan sholeh dengan melayani mereka. Bertutur  kata dalam suka duka dalam kehidupan sehari-hari. Setiap gerak langkah dan kaki dan tangan untuk mereka menghasilkan pahala bagi anak cucu mereka. Jika mereka habiskan masa tua dengan hanya mereka berdua, maka suatu kerugian bagi anak-anak mereka.

 Nabi pernah bersabda ,” Siapapun yang mempunyai orang tua yang sudah  tua namun dia tidak bisa mendapatkan Surga daripadanya maka dia termasuk orang yang merugi.” Hari ini prinsip manusia terbalik justru mereka meninggalkan orang tua dalam kesendirian bahkan ada yang ditinggalkan di panti manula. Sehingga mereka tidak mendapatkan pahala.

Untuk keluarga pak Toyyib maka prinsip rumah mertua indah merupakan prinsip kebaikan dan amalan sholeh bagi anak-anak cucu mereka.  Bukan merupakan aib atau suatu perasaan tidak ada harga diri dsb.

Akhirnya tetangga mulai tahu bahwa yang sering dibicarakan oleh kebanyakan manusia tidak semuanya dan selamanya benar. Sebab ternyata dalam ajaran agama Islam bahwa hidup dengan orang tua kita dengan kesabaran adalah merupakan modal tambahan masuk ke negeri akherat dengan bekal yang lebih banyak. Sehingga tidak perlu ada kalimat rumah mertua indah dan sejenisnya. Bahkan saling berdekatan untuk saling menasehatkan dan mengajak kepada perkara kebaikan akan merupakan keadaan yang menguntungkan bagi sebuah pertalian keluarga dan masyarakat. Jika berjauhan akan semakin renggang dan manakala bertemu kemudian ada konflik akan lama menyelesaikannya bahkan bisa memutuskan silaturahmi akhirnya. Jadi tinggal dalam satu kehidupan yang saling berkasih sayang dengan saling berdekatan.  Dan kegiatan agama juga bisa saling menambah kebaikan yang semakin baik.

Suatu hari pak Toyyib merasakan demam seluruh tubuhnya hingga dia tidak kuat lagi untuk berdiri dan terpaksa harus sholat di rumah dengan duduk. Dan beberapa hari kemudian kesehatannya semakin memburuk, tetangga sudah merasakan sesuatu akan terjadi pada Pak Toyyib. Makanya di antara mereka kemudian ada yang mentalkinkan pak Toyyib. Tidak lama setelah dibacakan Yassin dan ditalkinkan oleh tetangga mereka maka Pak Toyyib membuka mata dan menoleh ke sekeliling kemudian matanya memandang ke atas dan berkata seolah pesan terakhir kepada orang di sekitarnya.
“ Saya tidak lupa shahadat kok.”

Maka segera setelah dia mengucapkan kalimat itu dia berkata  ashadu ala ilaha illallah muhammadarrasulullah. Dan dia menutup mata selama-lamanya. Tidak berselang lama ketika masih bau kesedihan dalam keluarga pak Toyyib. Masa 40 hari belum tiba. Kubur belum mengering tanahnya, ibu Toyyib menyusul. Syukur juga mereka bisa ditemani oleh anak-anak dan cucu-cucu mereka. Dan kalimat yang sama  juga keluar dari mulut  orang tua ini ketika tetangganya mentalkinkan kalimat toyyibah kepada ibu Toyyib, serta merta Ibu Toyyib membuka mata dan memandang ke sekeliling dan kemudian ke atas sambil mengucapkan kalimat Lailaha Illallah Muhammadarasulullah.

Kesedihan yang berturut turut menimpa keluarga Pak Toyyib. Akan tetapi anak-anak mereka dan keluarga mereka telah biasa dengan menghadapi kematian. Sebab mereka selama ini memang menunggu kematian dengan persiapan bekalnya. Yakni mereka selalu beramal sholeh dengan sebaik baiknya dalam keluarga mereka. Sehingga ketika kematian itu datang mereka telah terbiasa dan dalam keadaan siap siaga sebenar-benarnya. Kemudian mereka juga membagi harta sesuai dengan tuntunan dalam KitabNya.

Pihak anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari anak perempuan dan akurlah mereka dengan semua itu sehingga karena tempat mereka yang berjauhan akhirnya mereka memberikan kesempatan adiknya yang selama ini menemani kedua orang tua mereka untuk tinggal di rumah warisan itu. Dengan perjanjian manakala mereka telah membutuhkan akan dibicarakan kembali. Kesepakatan dicapai dan mereka kembali ke rumah masing-masing ke Kalimantan dan Sumatra. Tetangga selama pembagian dan memutuskan pembagian harta itu sebagai saksi kepada anak-anak keluarga Toyyib.

Tetangga banyak yang memetik pelajaran dari kehidupan keluarga pak Toyyib dalam banyak hal sehingga mereka terkesan dan berusaha meniru kebaikan yang telah dicontohkan oleh keluarga pak Toyyib. Dalam ibadah, dalam doa dan model kehidupan yang harus mereka jalani di dunia ini. Sebab ternyata kehidupan yang sederhana dengan seimbang amalan sholeh kita maka kehidupan itu akan mengundang kebahagiaan dan ketenangan jiwa bagi kita semuanya. Bahagia dunia dan akherat. Wasalam. ***